Wednesday, September 24, 2025
spot_img
HomeDPP LDIIDPA sebagai Pilar Sekolah Aman, Nyaman, dan Menyenangkan

DPA sebagai Pilar Sekolah Aman, Nyaman, dan Menyenangkan

LDII Kediri, (25/5). Dewi Ilma Antawati, seorang psikolog sekaligus fasilitator pelatihan pendidikan, menjadi narasumber utama dalam webinar bertajuk “Dukungan Psikologis Awal dan Konseling” yang diselenggarakan oleh DPP LDII di Pondok Pesantren Walibarokah, Kota Kediri, Minggu (25/5). Kegiatan ini merupakan bagian dari pelatihan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dalam rangka Perintisan Sekolah Aman, Nyaman, dan Menyenangkan (SANM) tahun 2025.

Dalam paparannya, Dewi menekankan pentingnya dukungan psikologis awal (DPA) sebagai keterampilan mendasar bagi seluruh unsur pendidikan, termasuk guru, orang tua, dan masyarakat. “Kita ingin membangun budaya yang aman, nyaman, dan menyenangkan di satuan pendidikan, dan itu tidak bisa hanya dari satu sisi. Semua elemen, mulai dari sekolah, keluarga, hingga masyarakat, harus bergerak bersama,” jelasnya.

Dewi mengungkapkan bahwa DPA merupakan bentuk pertolongan pertama psikologis yang sangat penting dalam membantu seseorang yang sedang mengalami tekanan emosional. Ia menegaskan bahwa DPA bukan terapi, melainkan bentuk kepedulian dan empati yang dilakukan secara cepat, sederhana, namun berdampak besar. “Kalau luka fisik ada P3K, maka luka psikologis perlu DPA,” ujar Dewi.

Menurutnya, sekolah yang ideal bukan hanya tempat belajar, tetapi juga ruang aman bagi peserta didik untuk berkembang secara fisik, intelektual, psikologis, dan sosial. Untuk itu, peran TPPK sangat vital dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung kesehatan mental anak-anak.

Dewi menjelaskan tiga langkah dasar DPA yang dikenal dengan istilah Look, Listen, Link. Pertama, Look atau mengamati. “Kita perlu peka terhadap perubahan perilaku anak, baik dari ekspresi wajah, postur tubuh, hingga intonasi suara. Anak-anak seringkali tidak melapor secara verbal, sehingga kita harus mampu membaca tanda-tanda nonverbalnya,” terangnya.

Langkah kedua adalah Listen, yaitu keterampilan mendengarkan secara aktif dan empatik. “Mendengar aktif itu penting. Terkadang anak hanya butuh didengarkan agar pikirannya tidak lagi kusut,” katanya. Mendengarkan aktif, lanjutnya, bukan hanya mendengar suara, tapi memahami apa yang anak pikirkan, rasakan, dan lakukan.

Langkah ketiga, Link, adalah menghubungkan anak dengan sumber bantuan yang tepat. “Kita harus tahu batasan kemampuan kita. Bila masalah anak lebih berat, jangan ragu untuk merujuk ke tenaga profesional seperti psikolog atau konselor,” jelas Dewi.

Dewi juga menyoroti pentingnya melibatkan keluarga dalam upaya pencegahan kekerasan. “Anak-anak tidak selamanya di sekolah. Mereka akan kembali ke keluarga, sehingga nilai-nilai positif harus ditanamkan dan dilanjutkan di rumah,” ujarnya.

Webinar yang digelar ini mendukung implementasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan. Dengan pelatihan ini, diharapkan anggota TPPK mampu menjadi garda terdepan dalam membangun sekolah yang aman secara emosional dan fisik bagi seluruh peserta didik.

Dewi menutup materinya dengan penekanan bahwa dasar dari DPA adalah empati dan kepedulian. “Kalau anak sudah merasa didengar dan aman, maka ia akan punya harapan. Dan harapan itu adalah kunci untuk pulih,” pungkasnya.

LDII Kediri
LDII Kediri
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) adalah organisasi kemasyarakatan yang fokus membangun karakter profesional religius.
RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments