LDII Kediri, (12/5). Di antara hamparan hijau ladang dan udara pagi yang segar, sekelompok petani di Dukuh Gelam, Desa Kedungwungu, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, memanen sorgum. Tapi panen kali ini bukan sekadar panen biasa. Di atas tanah seluas setengah hektare itu, benih sorgum varietas Super-1 yang mereka tanam sejak Januari lalu akhirnya dipanen—bukan untuk konsumsi, melainkan untuk pembenihan.
Minggu pagi, 11 Mei 2025, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, turut hadir menyaksikan langsung panen benih sorgum tersertifikasi tersebut. Ia tidak sendiri. Ketua Umum DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), KH Chriswanto Santoso, dan Bupati Blora, Arief Rohman, juga hadir dalam kegiatan yang digagas oleh warga LDII itu.
“Bagus ini. Sorgum bisa jadi alternatif bahan pangan masa depan,” ujar Yandri. “Dan lebih penting lagi, harganya menguntungkan bagi petani. Saya setuju kalau Blora jadi pusat pengembangan sorgum nasional, tidak hanya konsumsi, tapi juga pembenihan.”
Yandri bahkan menyatakan siap menjembatani koordinasi antar-kementerian di bawah Kemenko Perekonomian agar komoditas sorgum mendapat perhatian lebih serius. Ia mendorong agar benih tersertifikasi asal Blora dipatenkan dan didorong ke pasar ekspor. “Kalau ini dikelola serius, bisa menopang ketahanan pangan nasional.”
Sorgum memang bukan tanaman baru di Indonesia, namun kini mulai naik daun seiring dorongan diversifikasi pangan nasional. LDII melihat celah itu. “Kami pilih Blora karena tanahnya cocok untuk sorgum, dan kepala daerahnya mendukung,” kata KH Chriswanto Santoso. Ia menyebut program ini bagian dari kontribusi LDII terhadap ketahanan pangan.
Tanaman sorgum yang dipanen itu bisa menghasilkan benih untuk tiga kali panen dari satu kali tanam. Pemesanan benih sudah berdatangan, termasuk dari petani di Ngawi dan Wonogiri. “Tanaman di Blora tumbuh tinggi dan hasilnya bagus,” kata Chriswanto. Tak hanya soal tanam dan panen, LDII juga siap menjadi off taker hasil panen sorgum. “Kalau tidak ada yang beli, buat apa tanam? Jadi kami siap bantu penyalurannya,” tambahnya.
LDII juga berencana membawa agenda pengembangan sorgum ini langsung ke Presiden. Bahkan, mereka ingin menggandeng Kementerian Ekonomi Kreatif untuk mengembangkan produk turunannya. Sebab sorgum bukan hanya untuk nasi pengganti—tapi juga bisa diolah jadi tepung, camilan, dan minuman.
Bupati Blora, Arief Rohman, menilai sorgum sebagai tanaman masa depan yang selaras dengan potensi daerahnya. Selain biji untuk konsumsi, batang sorgum bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. “Blora ini punya populasi sapi terbesar di Jawa Tengah. Jadi sorgum pas sekali,” katanya.
Arief berharap tanam sorgum diperluas, terutama di wilayah yang belum maksimal ditanami padi atau jagung. Ia optimistis Blora makin kokoh sebagai lumbung pangan Jawa Tengah.
“Padi kita surplus 70 persen, peringkat kelima di Jateng. Jagung kita nomor dua setelah Grobogan. Ditambah tebu dan kini sorgum, posisi Blora makin kuat sebagai sentra pangan nasional,” ujarnya.
Dari ladang-ladang kecil di Dukuh Gelam, mimpi besar tentang sorgum nasional sedang bertunas. Jika dikelola konsisten, bukan tak mungkin Blora menjadi episentrum tanaman pangan alternatif yang menjanjikan.