Oleh H. Ikwan Abdillah – Ustadz Ponpes Walibarokah Kediri
Para Bapak Ibu kaum muslimin yang kami hormati, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda “Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya maka Allah menjadikannya sebagai orang yang Faqih fiddin”
Yang dimaksud Faqih fiddin adalah memiliki kefahaman dalam Syariat agama yaitu khususnya agama Islam, kebaikan sebagaimana yang dimaksud dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentu bukan hanya kebaikan di alam dunia, bukan berupa materi kekayaan, ataupun jabatan, ataupun kehidupan di tengah-tengah masyarakat, kehidupan yang terpandang.
Dalam hadis yang lain Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda “Tidak ada kebaikan yang sejati, kebaikan yang sesungguhnya, kecuali kebaikan di akhirat.
Sebagai orang yang beriman yang meyakini kebenaran Alquran sebagai firman Allah dan Al Hadits sebagai sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Bagi kita sudah jelas bahwa tujuan pokok adalah bagaimana kita bisa mendapatkan kebaikan dalam kehidupan yang kekal abadi, kehidupan di akhir sedangkan kehidupan di dunia ini adalah kehidupan yang fana, suatu saat semua ini akan binasa, akan hilang.
Allah berfirman tidak ada kesenangan kehidupan di dunia ini kecuali kesenangan kesenangan yang menipu dan membujuk kita semua, karena pada akhirnya kita sebagai manusia akan hidup di alam yang kekal abadi di alam akhir.
Karena itu Alquran dan Al Hadis diwahyukan oleh Allah kepada umat manusia tujuan pokok memberitahukan kepada umat manusia jalan untuk bisa mendapatkan kehidupan yang baik di alam akhirat kelak.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda “Barang siapa berjalan menempuh suatu jalan dengan tujuan untuk mencari ilmu maka Allah memudahkan orang tersebut menuju surga”.
Tentu ilmu yang dimaksud tidak semua ilmu, ilmu yang dimaksud juga ilmu yang telah diterangkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam “Ilmu yang wajib dikaji, yang wajib dipelajari, yang wajib dikuasai adalah tiga, selain tiga ilmu tersebut hanya merupakan kelebihan atau ilmu tambahan bagi seseorang.
Apakah tiga ilmu itu, pertama Ayatul Muhkamat ayat Alquran yang dijadikan hokum, yaitu Kitab Alquran, yang kedua sunnah qoimah, sunah Nabi yang tegak, sunah-sunah ini dapat kita ketahui dalam kitab-kitab Al Hadits, dan yang ketiga adalah ilmu faroid, ilmu pembagian waris yang adil, yang ilmu tersebut juga terdapat dalam kitab Alquran dan Al hadis.
Al Ilmu bita’allum Wal fikhu bittafakuh, ilmu bisa diperoleh dengan cara kita belajar dan kefahaman itu juga hanya bisa diperoleh apabila kita melakukan usaha untuk mencari kefahaman agama yang sumbernya adalah ilmu yang terdapat dalam kitab Alquran dan kitab Al Hadits.
Lalu bagaimana cara kita mempelajari Alquran dan al-hadis, maka tentu kita memerlukan bimbingan seorang guru karena Alquran dan Al Hadis ini, Allah turunkan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang sekaligus sebagai guru yang mengajarkan Alquran dan Al Hadits kepada para sahabat, dan ini berlaku dari zaman ke zaman, para sahabat mengajar kepada para tabiin, tabiin mengajarkan kepada tabiat tabiin, dan seterusnya para ulama adalah pewaris Nabi, Al Ulama warosatul Anbiya.
Karena itu ketika kita belajar Alquran dan Al Hadits mutlak kita harus belajar kepada ulama-ulama yang menguasai ilmu Alquran dan Al Hadits, pada umumnya di pondok-pondok pesantren, para Kyai pondok, para guru pondok, pada umumnya mereka telah mumpuni di dalam menguasai ilmu Alquran dan Al Hadits.
Setidaknya bimbingan guru akan mengarahkan kita sebab para gurupun ketika mengajarkan ilmu Alquran dan Al Hadits mereka telah dituntun dengan kitab-kitab rujukan yang ada.
Di dalam mengajarkan Alquran dan Al Hadits tidak menurut kehendaknya sendiri, seperti ketika kita mengaji Alquran maka tuntunannya adalah kitab-kitab Tafsir Alquran diantaranya tafsir Al mukhtabar yaitu tafsir Ibnu Katsir atau Tafsir Jalalain dan kitab tafsir yang lain, itu sebagai pegangan guru di dalam mengajarkan Alquran, agar pengertian-pengertian makna keterangan, pemahaman dari Alquran tidak lepas daripada pemahaman para ulama, demikian pula dalam mengkaji Kitab Hadis kita kenal kutubus Sittah yaitu kitab enam hadis yang diakui para ulama sebagai Kitab Hadis yang pokok, yaitu shohih Bukhari shohih muslim Sunan Abu Daud Sunan tirmizi dan Sunan Ibnu Majah.
Ketika kita mengaji hadis tersebut kita juga berdasarkan rujukan dari para ulama, seperti kitab Bukhari, kita kaji berdasarkan Syarah fathulbari atau Sarah Irsyadu Syari, mengkaji kitab Muslim kita kaji dengan syarah An-nawawi, mengkaji kitab Sunan Nasa’i kita kaji berdasarkan syarah atau keterangan dari Imam As Suyuti.
Upaya kita untuk belajar Alquran dan hadis tentu pertama, kalau memang mampu kita belajar di pondok-pondok pesantren dengan guru-guru yang mengajarkan Alquran dan al-hadits, Lalu bila kita tidak mampu langsung berguru kepada guru-guru di pondok, kita bisa belajar melalui para mubaligh dan mubaligh, karena para mubaligh dalam menyampaikan, sebagaimana apa yang mereka terima, yang mereka dengar dari para guru untuk bisa di disampaikan kepada umat Islam.
Yang tidak punya kesempatan untuk belajar langsung kepada guru-guru yang ada di pondok-pondok pesantren, hendaknya orang yang memang hadir, orang yang memang berguru bisa menyampaikan kepada orang-orang yang tidak sempat berguru langsung.